peristiwa

Dunia Sudah Memasuki Kondisi Krisis Iklim! Resiko Bencana Alam Kapan Saja Terjadi Dengan Cepat!

Satu bulan melewati pertengahan tahun 2021, dunia sudah memasuki kondisi krisis iklim. Sudah banyak beragam peristiwa alam ekstrem terjadi di berbagai belahan dunia. Diawali dengan gelombang panas di Kanada dan Amerika Utara diikuti dengan kebakaran hutan di Oregon, Amerika Serikat, banjir besar di Jerman dan Belgia, lalu juga banjir bandang di Tiongkok, dan juga Longsor di India.

Dampak Cepat Lambat Kondisi Perubahan Iklim

Sebagai warga negara Asia Tenggara yang beriklim tropis, kita terbiasa debgan musim kemarau dan curah hujan yang tinggi dimusimnya masing-masing. Kini bahkan bukan hanya warga Jakarta yang harus bersiap-siap ketika musim hujan karena takut banjir melanda, hampir seluruh wilayah Indonesia diberitakan dilanda banjir akibat curah hujan yang tinggi. Generasi hijau mungkin berpikir sudah wajar negara tropis kena banjir, andai infrastruktur kita sudah lebih baik dan bisa menghalau banjir, seperti di Eropa, ya.

Lalu dunia dikejutkan dengan berita banjir besar di Jerman Barat dan sebagian Belgia, beberapa waktu lalu. Di Eropa, di mana orang mengira negara maju tidak terdampak langsung oleh krisis iklim. Selama ini, negara belahan bumi selatan telah merasakan langsung konsekuensi dari perbuatan manusia yang terus mendulang sumber daya bumi tanpa memberi waktu bagi alam beregenerasi; hingga warga negara belahan bumi utara menyangka mereka tidak akan terdampak langsung. Nyatanya, seluruh warga dunia kemungkinan besar akan mengalami konsekuensi krisis iklim ini – alam tidak akan mempertimbangkan negara atau ras manapun.

Secara kasat mata, kita mungkin bisa katakan bahwa bencana alam sudah lama terjadi dan bukan hal baru lagi. Bencana ini menunjukkan proses bumi menua dan bergerak tiap saat. Namun sejak abad ke-21, ditemukan banyak bukti bahwa perbuatan manusia mengeruk sumber daya alam mulai terlihat konsekuensinya.

Kutub Utara dan Selatan bumi mengalami kenaikan suhu dua hingga tiga kali lebih cepat dibandingkan di daerah ekuator.

Tahun 2020 menjadi tahun terpanas bagi planet bumi. Tahun 2020, bumi melihat kenaikan suhu hingga 1,2 derajat Celcius secara keseluruhan. Kenaikan temperatur bumi akan meningkatkan kelembaban di atmosfer. Atmosfer yang makin lembab akan menampung lebih banyak air, sehingga debit air hujan meninggi. Kenaikan temperatur barang 1 derajat Celcius saja dapat meningkatkan intensitas debit air hujan hingga 7 persen. Kini, bumi telah mengalami kenaikan suhu hingga dua kali lebih cepat dibanding 100 tahun lalu.

Menurut ahli krisis iklim dari Newcastle University Hayley Fowler, seperti dilansir dari Vox, hal ini dapat melemahkan Arus Teluk yang menjaga udara Eropa tetap dingin. Arus Teluk ini berada di tengah garis lintang di atas Eropa Barat Laut. Di musim panas dan gugur, arus udara yang melemah ini dapat menyebabkan pelannya arus aliran badai. Hal ini meningkatkan kemungkinan intensitas hujan dan badai yang cukup tinggi di dataran Eropa.

Selain banjir dan curah hujan tinggi, krisis iklim mendorong terjadinya gelombang panas di Kanada dan AS bagian Utara. Menurut para ahli, secara alami, gelombang panas ekstrem seperti ini hanya mungkin terjadi dalam waktu satu banding seribu tahun. Namun krisis iklim berkepanjangan akan meningkatkan kemungkinan ini hingga 150 kali.

Sebelumnya, suhu tertinggi di Kanada mencapai 45 derajat Celcius. Sementara di rekor terbaru, British Columbia sebagai provinsi di Kanada yang terdampak gelombang panas ini suhunya mencapai 49,5 derajat. Tingginya suhu ini juga memicu kebakaran hutan di Oregon dan sepanjang garis pantai di bagian barat Amerika Utara.

Apa Yang Terjadi Jika Bumi Semakin Panas ?

Jika suhu bumi naik dua derajat saja, gletser di gunung es akan mencair. Es yang mencair tentunya akan meningkatkan debit air di laut hingga satu meter, dan meningkatkan kemungkinan banjir besar di daerah pesisir. Negara kepulauan seperti Indonesia, Maldives, dan negara-negara Oceania mungkin akan tenggelam.

Ketika dunia sudah memasuki kondisi iklim parah, kita mungkin akan menyaksikan banyak korban tewas karena panas ekstrem seperti di gelombang panas Kanada. Bukan hanya manusia; sepertiga kehidupan di bumi terancam punah. Pertumbuhan tanaman akan melambat sebelum akhirnya terhenti. Lumbung pangan dunia akan makin minim dan dalam jangka waktu 85 tahun, sepertiga bumi akan kesulitan air bersih.

Jika suhu bumi naik dua hingga tiga derajat, 40 persen hutan hujan Amazon akan hancur karena tanah yang panas dapat mengeluarkan lebih banyak karbon, sehingga tidak cocok lagi untuk tumbuhan dan vegetasi alami. Selain itu, Asia, Australia, dan AS bagian tenggara akan mengalami badai lebih banyak dibanding sebelumnya. Belanda yang merupakan daratan di bawah permukaan laut, akan sangat mungkin tenggelam akibat debit air Laut Utara yang bertambah. Air laut akan bercampur dengan air tawar, hingga merusak persediaan pangan.

Dunia sudah memasuki kondisi ika suhu bumi naik tiga hingga empat derajat, jutaan orang akan eksodus dari daerah pesisir dan pindah ke dataran tinggi. Beberapa kota akan tenggelam atau berubah menjadi pulau. Musim panas akan lebih panjang, kebakaran hutan akan lebih sering terjadi karena tingginya suhu bumi. Tingginya suhu bumi di luar ruangan akan meningkatkan penggunaan pendingin ruangan, yang ironisnya akan menambah emisi gas ke atmosfer dan berperan memperparah krisis iklim.

” Alam hanya bekerja sesuai dengan apa yang manusia berikan. Kita tidak bisa menyalahkan alam, karena dampak yang kita terima juga merupakan konsekuensi dari eksploitasi berlebih yang telah bertahun-tahun dilakukan. Generasi Hijau, jangan lelah ya untuk terus mendorong pemangku kebijakan membuat regulasi konkret dan mempraktikkan produksi dan konsumsi berkelanjutan untuk menanggulangi krisis iklim. Sebagai individu, kita juga dapat membantu dengan langkah kecil dari rumah “

Leave a Reply